Dalam Al-Quran surah Al-Baqoroh
ayat 275-276 Allah berfirman,”Orang yang makan (mengambil)riba, tidak dapat
berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kerasukan setan lantaran (tekanan)penyakit gila. Keadaan mereka
yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata(berpendapat) sesungguhnya
jual beli itu sama dengn riba. Padahal AAllah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), baginya apa yang
telah diambilnya dahulu(sebelum datang larangan), dan urusanya (terserah)
kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), orang itu adalah penghuni
neraka,mereka kekal didalamnya. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah,dan
Allah tidak menyukai orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa.”
Hadits Nabi ,dari Jabir RA ia
berkata ,”Rosullullah SAW melaknat pemakan riba (yang menerima)pemberi makanya
(yang member),penulisnya dan kedua saksinya. Mereka adalah sama.” (Shahih
Muslim).
Zuhaili menjelaskan riba adalah
tambahan(ziadah). Sedangkan menurut istila syara adalah suatu tambahan harta
tertentu pada transaksi pertukaran harta dengan harta tampa adanya
‘iwadah(padanan yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut).
Adapun jenis riba, seperti yang
diklasifikasikan oleh Syafi’I Antonio dalam bukunya Bank Syariah dari teori ke
praktek(GIP,2001,hlm 41) adalah: pertama riba utang-piutang,yang terdiri dari
riba qordh dan riba jahiliah. Dan yang kedua riba jual beli, yang terdiri dari
riba fadhl dan riba nasiah.
Riba qordh ialah suatu mampnfaat
atau tingkat kelebihan tertentu yang disyariatkan terhadap yang berutang. Riba jahiliah adalah utang di bayar
lebih dari pokoknya karena si peminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu
yang ditetapkan.
Riba fadhl ialah pertukaran
antara barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangakan barang
yang ditukarkarkan itu termasuk dalam jenis barang
ribawi(ema,perak,gandum,kurma dan garam). Riba nasiah ialah penangguhan
penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengn jenis
barang ribawi lainya. Riba nasiah dapat muncul karena adanya
perbedaan,perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat itu dan yang
diserahkan kemudian.
Bunga adalah imbal jasa atas
pinjaman uang. Imbal jasa tersebut adalah sebuah kompensasi kepada pemberi
pinjaman tersebut apabila diinvestasikan. Jumlah pinjaman disebut pokok utang.
Persentase dari pokok utang yang dibayarkan sebagai imbal jasa (bunga) dalam
suatu priode tertentu disebut suku bunga.
Praktek perbankkan konvensional,
ada penghimpunan dana dan pembiayaan. Perbangkan dalam menghimpun dana
masyarakat memberikan kompensasi atas dana yang disimpanya dengan suku bunga
yang ditetapkan pada awal perjanjian. Dari sisi pembiayaan, nasabah yang
meminjam dana dari perbangkan diharuskan mengembalikan pokok pinjaman dan
memberikan tambahan dana sejumlah bunga yang telah disepakati di awal.
Dari penambahan diatas dapat
dikatakan, praktek tersebut adalah sama
dengn apa yang dimaksud dengn riba , yakni memberikan tambahan atas pokok
pinjaman tampa adanya ,iwadah (padanan yang setara). Sebuah bank yang telah
memberikan bunga kepada nasabah, sebenarnya tidak mendapatkan ,iwadah yang
setara. Demikian juga para pelaku usaha yang diharuskan membayar tambahan atas
pinjamanya,juga tidak mendapatkan,iwadah yang wajar.
Para pakar ekonomi mencoba
memberikan pembelaan terhadap praktek bunga:
1.
Bunga adalah imbalan untuk kreditor(pemberi
utang) yang telah menahan dirinya untuk mendapatkan keuntungan yang seharusnya ia dapatkan jika menggunakan
uangnya tersebut(teori Abstinence).
2.
Bunga sebagai imbalan sewa uang.
3.
Bunga adalah harga yang harus dibayarkan karena
telah menghilangkan kesempatan kreditor untuk memenuhi berbagai keinginan dirinya(Oppurtunity
Cost).
4.
Bunga adalah modal dalam produksi yang dapat
menghasilkan nilai tambah (Teori Kemutlakan Produktifitas Modal).
5.
Kompensasi penurunan daya beli uang selama
dipinjamkan yang disebabkan oleh inflansi.
Abu A’la al Maududi menjawab (di-kutip oleh Nash Akbar dalam tulisannya Tafsir Surah Al-Baqarah : 275-276 Larangan
Riba dan Imflansinya bagi perekonomian):
1. Riba
bukanlah suatu ganti rugi, karena uang yang dipinjamkannya kepada sipeminjam
itu adalah suatu kelebihan dari kebutuhannya dan tidak akan dipakainya sendiri,
dan tidaklah ia menderita suatu kerugian sehingga ia berhak menuntut ganti
rugi.
2. Bunga
tidak dapat dikatakan sebagai upah sewa, karena sewa adalah bagi barang-barang
yang disiapkan dan dipelihara untuk si penyewa dengan memakan waktu, tenaga dan
modal. Selain itu, barang- barang
tersebut dapat berkurang atau rusak atau susut harganya karena dipakai.
3. Imam
Maudi memberikan contoh seseorang yang menerima manfaat dari meminjam uang
untuk mengobati isri atau ibunya yang sedang sakit. Ia menjelaskan, akal manakah, atau
prikeadilan manakah, atau ilmu ekonomi manakah, yang memberikan hak untuk
menentukan nilai berupa uang dan menaikkan harga itu sesuai dengan kadar
kesengsaraan yang diderita oleh sipeminjam yang malang? Tindakan yang paling tepat adalah
menyedekahkannya atau tidak mengambil keuntungan atau tidak meminjaminya.
4. Bunga
bukanlah hak yang harus diterima karena jasa modal yang diberikan, sebab dalam
mengembangkan modal tersebut tidak selamanya menghasilkan keuntungan, tetapi terkadang
juga menderita kerugian. Lantas,
prikeadilan manakah yang membenarkan sikreditor menerima keuntungan, sedangkan
sipeminjam tidak memperoleh keuntungan, bahkan menderita kerugian? Padahal ia
telah menghabiskan waktunya, memeras tenaga, dan mempergunakan
kecakapannya. Apabila kreditor
menghendaki keuntungan, cara yang tepat adalah dengan menginvestasikannya,
bukan dengan memberikan pinjaman. Dalam
investasi, kerugian dan keuntungan dibagi bersama dengan kesepakatan.
5. Tidak
selamanya modal dapat memberikan keuntungan, terkadang dapat memberikan
kerugian.
Keharaman
bunga juga ditegaskan oleh para ulama kontemporer. Zuhaili dalam tafsirnya mengemukakan bahwa
system bunga yang berlaku saat ini dalah yermasuk riba nasiah yang berlangsung
pada masa jahiliah. Abu Jahrah mengatakan, riba yang berlaku di bank-bank dan dipraktekkan
oleh masyarakat itu adalah haram. Yusuf
Qardhawi berkata, bunga bank adalah riba, yang diharamkan (terjemahan, buku
bunga bank haram).
Dengan demikian, uraian diatas menjelaskan
bahwa riba,dengan segala bentuknya, termasuk system bunga yang berlaku saat
ini, adalah haram (liat fatwa MUI No.1 Tahun 2004). Allah SWT membedakan jual-beli dan riba. Marilah kita bersama-sama segera bertaubat
dari praktek riba, dan beralihlan kepada praktek ekonomi syariah, serta selaluh
bersedekah.
Wallahua’alam bishshawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar