Sabtu, 25 Agustus 2012

BUNGA

BUNGA = RIBA
Dalam Al-Quran surah Al-Baqoroh ayat 275-276 Allah berfirman,”Orang yang makan (mengambil)riba, tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kerasukan setan  lantaran (tekanan)penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata(berpendapat) sesungguhnya jual beli itu sama dengn riba. Padahal AAllah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya  larangan dari  tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), baginya apa yang telah diambilnya dahulu(sebelum datang larangan), dan urusanya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), orang itu adalah penghuni neraka,mereka kekal didalamnya. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah,dan Allah tidak menyukai orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa.”
Hadits Nabi ,dari Jabir RA ia berkata ,”Rosullullah SAW melaknat pemakan riba (yang menerima)pemberi makanya (yang member),penulisnya dan kedua saksinya. Mereka adalah sama.” (Shahih Muslim).
Zuhaili menjelaskan riba adalah tambahan(ziadah). Sedangkan menurut istila syara adalah suatu tambahan harta tertentu pada transaksi pertukaran harta dengan harta tampa adanya ‘iwadah(padanan yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut).
Adapun jenis riba, seperti yang diklasifikasikan oleh Syafi’I Antonio dalam bukunya Bank Syariah dari teori ke praktek(GIP,2001,hlm 41) adalah: pertama riba utang-piutang,yang terdiri dari riba qordh dan riba jahiliah. Dan yang kedua riba jual beli, yang terdiri dari riba fadhl dan riba nasiah.
Riba qordh ialah suatu mampnfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyariatkan terhadap yang  berutang. Riba jahiliah adalah utang di bayar lebih dari pokoknya karena si peminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan.
Riba fadhl ialah pertukaran antara barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangakan barang yang ditukarkarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi(ema,perak,gandum,kurma dan garam). Riba nasiah ialah penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengn jenis barang ribawi lainya. Riba nasiah dapat muncul karena adanya perbedaan,perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat itu dan yang diserahkan kemudian.
Bunga adalah imbal jasa atas pinjaman uang. Imbal jasa tersebut adalah sebuah kompensasi kepada pemberi pinjaman tersebut apabila diinvestasikan. Jumlah pinjaman disebut pokok utang. Persentase dari pokok utang yang dibayarkan sebagai imbal jasa (bunga) dalam suatu priode tertentu disebut suku bunga.
Praktek perbankkan konvensional, ada penghimpunan dana dan pembiayaan. Perbangkan dalam menghimpun dana masyarakat memberikan kompensasi atas dana yang disimpanya dengan suku bunga yang ditetapkan pada awal perjanjian. Dari sisi pembiayaan, nasabah yang meminjam dana dari perbangkan diharuskan mengembalikan pokok pinjaman dan memberikan tambahan dana sejumlah bunga yang telah disepakati di awal.
Dari penambahan diatas dapat dikatakan, praktek tersebut  adalah sama dengn apa yang dimaksud dengn riba , yakni memberikan tambahan atas pokok pinjaman tampa adanya ,iwadah (padanan yang setara). Sebuah bank yang telah memberikan bunga kepada nasabah, sebenarnya tidak mendapatkan ,iwadah yang setara. Demikian juga para pelaku usaha yang diharuskan membayar tambahan atas pinjamanya,juga tidak mendapatkan,iwadah yang wajar.
Para pakar ekonomi mencoba memberikan pembelaan terhadap praktek bunga:
1.       Bunga adalah imbalan untuk kreditor(pemberi utang) yang telah menahan dirinya untuk mendapatkan keuntungan yang  seharusnya ia dapatkan jika menggunakan uangnya tersebut(teori Abstinence).
2.       Bunga sebagai imbalan sewa uang.
3.       Bunga adalah harga yang harus dibayarkan karena telah menghilangkan kesempatan kreditor untuk memenuhi berbagai keinginan dirinya(Oppurtunity Cost).
4.       Bunga adalah modal dalam produksi yang dapat menghasilkan nilai tambah (Teori Kemutlakan Produktifitas Modal).
5.       Kompensasi penurunan daya beli uang selama dipinjamkan yang disebabkan oleh inflansi.

Abu A’la al Maududi menjawab (di-kutip oleh Nash Akbar dalam tulisannya Tafsir Surah Al-Baqarah : 275-276 Larangan Riba dan Imflansinya bagi perekonomian):
1.    Riba bukanlah suatu ganti rugi, karena uang yang dipinjamkannya kepada sipeminjam itu adalah suatu kelebihan dari kebutuhannya dan tidak akan dipakainya sendiri, dan tidaklah ia menderita suatu kerugian sehingga ia berhak menuntut ganti rugi.
2.    Bunga tidak dapat dikatakan sebagai upah sewa, karena sewa adalah bagi barang-barang yang disiapkan dan dipelihara untuk si penyewa dengan memakan waktu, tenaga dan modal.  Selain itu, barang- barang tersebut dapat berkurang atau rusak atau susut harganya karena dipakai.
3.    Imam Maudi memberikan contoh seseorang yang menerima manfaat dari meminjam uang untuk mengobati isri atau ibunya yang sedang sakit.  Ia menjelaskan, akal manakah, atau prikeadilan manakah, atau ilmu ekonomi manakah, yang memberikan hak untuk menentukan nilai berupa uang dan menaikkan harga itu sesuai dengan kadar kesengsaraan yang diderita oleh sipeminjam yang malang?  Tindakan yang paling tepat adalah menyedekahkannya atau tidak mengambil keuntungan atau tidak meminjaminya.
4.    Bunga bukanlah hak yang harus diterima karena jasa modal yang diberikan, sebab dalam mengembangkan modal tersebut tidak selamanya menghasilkan keuntungan, tetapi terkadang juga menderita kerugian.  Lantas, prikeadilan manakah yang membenarkan sikreditor menerima keuntungan, sedangkan sipeminjam tidak memperoleh keuntungan, bahkan menderita kerugian? Padahal ia telah menghabiskan waktunya, memeras tenaga, dan mempergunakan kecakapannya.  Apabila kreditor menghendaki keuntungan, cara yang tepat adalah dengan menginvestasikannya, bukan dengan memberikan pinjaman.  Dalam investasi, kerugian dan keuntungan dibagi bersama dengan kesepakatan.
5.    Tidak selamanya modal dapat memberikan keuntungan, terkadang dapat memberikan kerugian.

       Keharaman bunga juga ditegaskan oleh para ulama kontemporer.  Zuhaili dalam tafsirnya mengemukakan bahwa system bunga yang berlaku saat ini dalah yermasuk riba nasiah yang berlangsung pada masa jahiliah. Abu Jahrah mengatakan, riba yang berlaku di bank-bank dan dipraktekkan oleh masyarakat itu adalah haram.  Yusuf Qardhawi berkata, bunga bank adalah riba, yang diharamkan (terjemahan, buku bunga bank haram).
Dengan demikian, uraian diatas menjelaskan bahwa riba,dengan segala bentuknya, termasuk system bunga yang berlaku saat ini, adalah haram (liat fatwa MUI No.1 Tahun 2004).  Allah SWT membedakan jual-beli dan riba.  Marilah kita bersama-sama segera bertaubat dari praktek riba, dan beralihlan kepada praktek ekonomi syariah, serta selaluh bersedekah.
Wallahua’alam bishshawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar