Senin, 20 Agustus 2012

PRUlink Syariah.

Assalamua’laikum!
Selamat datang di PRUlink Syariah.
PRUlink syariah ini adalah produk yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan akan rangancan keuangan masa depan yang sesuai dengan syariah sehingga siapapun akan merasa nyaman dapat mempersiapkan masa depannya sekaligus tidak merasa takut akan unsur-unsur yang tidak di ridhai oleh Allah.
Sebelum kita memahami seperti apa produk PRUlink Syariah ini maka ada baiknya kita sedikit mengetahui tentang konsep Syariah dan Asuransi Syariah. Karena bila kita tidak mengetahui latar belakangnya maka akan sulit bagi kita untuk mengerti mengapa harus PRUlink Syariah yang kita akan pergunakan dalam mempersiapkan kebutuhan keuangan masa depan keluarga kita.
Marilah kita mulai dengan memahami apa arti Syariah sesungguhnya.
Syariah itu sendiri dalam Islam sama artinya dengan undang-undang atau kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antar manusia dengan pencipta (Allah) dalam dan hubungan antara manusia dengan manusia.
Mengapa dalam berkehidupan ini kita harus memiliki aturan-aturan? Supaya kita sebagai Manusia memahami batasan-batasan yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan sehingga sebagai manusia yang memiliki akal dalam menjalin hubungan vertikal maupun horozontal dapat memiliki martabat yang derajatnya lebih tiggi dari makhluk yang diciptakan oleh Allah.
Dasar dari keharusan kita menjalankan Syariah ini adalah Firman Allah dalam Surat Al-Jaatsiyah ayat 18 : (Bacakan sesuai terjemahan di atas)
Sekarang mengapa kita harus menjalankan Syariah?
Dalam Islam - yang merupakan cara dalam berkehidupan – terdapat tiga pilar yang merupakan
dasar-dasar dalam agama yaitu :
  1. Aqidah (keyakinan).
        Pada pilar ini hanya orang Islam sajalah yang di haruskan memegang teguh keyakinannya terhadap Allah, tidak ada keharusan bagi umat agama lain untuk mengikuti keyakinan pada Islam. Seperti Firman Allah : “Bagimu agamamu, bagiku agamaku.”
            Maka dalam Islam terdapat istilah Iman untuk mempercayai Allah sebagai Tuhan, kafir tidak mempercayai Allah sebagai Tuhan, munafik dimana manusia mengatakan dia beriman tetapi sesungguhnya dalam tingkah lakuknya tidak memperlihatkan sebagai orang yang beriman, murtad bagi orang yang keluar dari keyakinan kepada Allah dan musyrik bagi golongan orang yang menduakan Allah.
  1. Syariah (hukum).
            Dalam menjalankan kehidupannya Manusia harus tunduk dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan yang bertujuan untuk membuat diri sendiri menjadi lebih nyaman dan sekaligus juga tidak membuat orang lain terganggu sehingga membawa kebahagiaan bagi semua orang.
            Dalam hubungan antara Manusia dengan Allah dikenal adanya hukum wajib artinya bila dikerjakan berpahala, bila ditinggalkan berdosan misal Sholat Fardhu 5 waktu, sunnah artinya bila dikerjakan berpahala, ditinggalkan tidak berdosa contohnya sholat sunnah Tahajjud (ditengah malam).
            Dalam hubungan antara manusia dengan manusia dikenal adanya Halal yaitu dikerjakan tidak berpahala dan ditinggalkan pun tidak ada sangsinya. Contoh makan-makanan yang halal. Sedangkan Makruh berarti ditinggalkan berpahala tetapi bila dikerjakan tidak apa-apa, contohnya merokok. Haram berarti dikerjakan berdosa tetapi bila di tinggalkan akan mendapat pahala, contohnya berjudi, minum-mimuman keras dll.
  1. Akhlak (Etika)
            Segalam sesuatu yang berkaitan dengan prilaku manusia secara individu dalam Islam harus sesuai dengan etika yang membuat setiap umat Islam seharusnya melakukan sesuatu tetap berprinsip bahwa setiap tindakan haruslah yakin bahwa Allah selalu melihat dan tingkatan yang paling tinggi adalah melakukan sesuatu demi karena Allah, itulah tingkatan dari yang paling biasa ihsan hingga yang paling tinggi derajatnya adalah Istihsan. 
               
Pada materi ini kita tidak akan membicarakan tentang Aqidah dan Akhlak, yang kita bahas adalah syariah
yang merupakan aturan atau hukum yang akan menjadi landasan kita membahas Asuransi Syariah.
Sepeti yang sudah disebutkan diawal tadi bahwa Syariah adalah kumpulan petunjuk dan larangan yang diberikan Allah bagi umat manusia dalam melakukan hubungan antara manusia dengan Allah dan manusia dengan manusia.
Syariah atau peraturan yang diturunkan Allah melalui Alquran dan juga Hadist (kumpulan perkataan dan perbuatan) Nabi Muhammad SAW di interpretasikan oleh ulama setelah zaman Nabi Muhammad sehingga terbentuklah istialh Fiqih.
Contohnya pada pelaksanaan Sholat sudah ada ketentuan dari Al-quran dan perbuatan Nabi bahwa tangan harus di tumpuk satu sama lain dan diletakan di perut. Tetapi setiap orang mungkin melihat dengan caranya sendiri sehingga ada yang sholat tangannya terletak di perut, ada juga yang agak ke samping kanan-kiri perut atau ada juga yang agak lebih ke atas ke arah dada.
Pada penerapan seperti ini tidak terlalu menjadi masalah pada Islam karena yang penting adalah perbuatan Sholatnya yang lebih utama, karena setiap orang bisa menginterpretasikan cara tersebut secara berbeda.
Secara struktur dapat kita leihat pada skema ini bahwa sumber dari Syariah adalah Al-quran dan Hadist, lalu oleh para ulama terhadap syariah yang bersumber dari Al-quran dan Hadist tersebut ditafsirkan dalam bentuk Fiqih.
Fiqih sendiri  yang merupakan penafsiran dari Syariah di bagi dua bagian yaitu penafsiran peraturan yang berkaitan dengan hubungan antara manusia dengan Allah disebut Ibadah dan penafsiran peraturan yang berkaitan dengan hubungan antara manusia dengan sesama manusia disebut Muamalat (muamalah).
Pada ketetentuan tentang Ibadah sudah diatur bahwa semua hal tidak diperbolehkan kecuali ada ketentuannya. Contohnya tidak umat Islam tidak diperbolehkan meninggalkan Sholat wajib 5 waktu sehari dalam keadaan dan situasi apapun kecuali wanita yang sedang datang bulan atau haid.
Sedangkan pada ketentuan tentang Muamalat semuanya boleh dilakukan kecuali ada larangannya. Contoh Allah memperbolehkan setiap orang melakukan perdagangan/transaksi tetapi tidak boleh melakukan Riba atau membungakan uang.
Pada bagian ini mari kita lebih persempit lagi pembahasannya yaitu kita hanya akan membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan Muamalat saja dalam membahas mengenai Asuransi Syarih ini.
Pada prinsipnya Syariah yang berkaitan dengan muammat  sifatnya universal karena bisa juga diterapkan oleh umat selain Islam sekalipun karena mengatur hubungan antar sesama manusia berdasarkan kebaikan.
Baiklah sekarang kita lihat terlebih dahulu bagaimana Islam memandang Asuransi secara umum sehingga mudah-mudahan nantinya kita dapat memahami kaitannya dengan Asuransi Syariah.
Dalam pandangan Islam memiliki Asuransi itu adalah perbuatan yang mulia karena Islam mengajarkan umatnya untuk mempersiapkan segala sesuatu selagi manusia tersebut mampu untuk melakukannya pada saat ia memiliki sumber daya nya untuk kepentingan masa depan.
Hadist (perkataan Nabi Muhammad SAW) yang di riwayatkan oleh sahabat Nabi yaitu Muslim mengatakan bahwa “Pergunakanlah lima hal sebelum datangnya lima perkara; muda sebelum tua, sehat sebelum sakit, kaya sebelum miskin, lapang sebelum sempit dan hidup sebelum mati.”
Berarti dalam hal yang berkaitan dengan Asuransi sangat sesuai sekali dengan Hadist Nabi di atas bahwa selagi kita memiliki uang apalagi kekayaan janganlah kita hambur-hamburkan uang kita karena kita tidak hidup untuk saat ini saja tetapi juga masa depan karena kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi pada diri kita dikemudian hari.
Apabila kondisi berubah karena adanya kejadian tertentu yang menimpa diri kita maka dengan adanya Asuransi kita sudah memiliki perlindungan terhadap kehilangan penghasilan untuk masa depan.
Walaupun Asuransi itu pada sudut pandang Islam sangat mulia karena dapat menyediakan perlindungan harta pada masa depan meskipun terdapat resiko yang menimpa diri kita tetapi pada Asuransi Tradisional ternyata masih terdapat unsur-unsur yang tidak sesuai dengan Syariah dan fiqih pada muammalat dalam pelaksanaannya.
Hal-hal yang tidak sesuai dengan Syariah yang sering terdapat pada Asuransi tradisional adalah Gharar, Riba dan Maysir.
Apa yang dimaksud dengan Gharar, Riba dan Maysir itu..? 
Gharar adalah suatu kondisi atau situasi dimana terdapat informasi yang tidak jelas, sehingga pada saat seseorang bertransaksi dengan orang lain terjadi ketidak pastian.
Dalam Islam pada saat kita bertransaksi dengan orang lain Gharar ini dilarang untuk dilakukan karena akan merugikan salah satu pihak tentunya.
Karena adanya ketidak jelasan seringkali orang yang bertransaksi tidak mengerti ketentuan ataupun konsekuensi dari kontrak tersebut.
Dengan demikian posisi tawar atau bargaining position salah satu dari mereka tidak seimbang sehingga tidak bisa mengambil keputusan yang jelas berkaitan dengan transaksi tersebut.
Pada zaman dahulu dimana orang belum mengenal tata cara dalam bertransaksi sering kali dilakukan cara penjualan dengan melempar batu.
Pembeli membayar terlebih dahulu sejumlah tertentu (harga) kepada penjual, barulah kemudian orang tersebut diminta untuk melempar batu kepada sejumlah barang.
Apabila batu tersebut mengenai sebuah barang maka terjadilah penjualan dan orang tersebut mendapatkan barang yang dikenai oleh batu yang ia lempar.
Dalam Islam kontrak dipandang sebagai sesuatu yang serius dan tidak boleh terdapat merugikan orang lain sehingga pola penjualan dengan melempar batu seperti itu tidak boleh dilakukan.
Dalam hal kontrak Asuransi seringkali kita temukan unsur-unsur yang memperlihatkan ketidak pastian seperti dalam polis disebutkan bahwa bila terjadi klaim maka akan dibayarkan masimal 20 hari sejak jumlah klaim disepakati dan di setujui.
Tetapi sering kali juga tidak di jelaskan secara lebih rinci lagi apakah yang dimaksud 20 hari itu adalah hari kerja tidak termasuk sabtu, minggu dan hari libur ataukah 20 hari kalender.
Hal berikutnya yang sering terdapat pada Asuransi tradisional adalah
sering terdapat unsur Riba.
Riba adalah keuntungan atau kelebihan pada pengembalian yang
berbeda dari nilai aslinya dan kelebihannya tersebut biasanya
ditentukan jumlahnya pada saat pinjaman dilakukan.
Dalam Syariah atau hukum Islam dikatakan bahwa riba bisa terjadi
dalam 2 situasi utama yaitu :
  1. Riba al duyun yaitu riba yang terjadi karena transaksi utang piutang
  2. Riba al buyu yang terjadi karena transaksi penjualan
Dalam Al-quran disebutkan bahwa Riba itu dilarang yaitu pada surat Al-baqarah ayat 275 “…padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…”
Ayat ini yang diinpterpretasikan oleh ulama dalam fiqih muammalat bahwa riba itu dilarang.
Jadi dengan demikian jelaslah bahwa riba itu dilarang dalam pelaksanaannya terutama yang sering terjadi pada kehidupan kita sehari-hari adalah aktifitas pinjaman baik kepada lembaga keuangan apalagi kepada rentenir yang pada saat orang membayar nanti dikenakan bunga yang sering kali pada akhirnya memberatkan orang yang berhutang.
Selain itu juga dalam kehidupan sehari-hari kita mendapatkan penghasilan berbentuk bunga dalam Bank konvensional sebaiknya dihindari.
Bagaimana dengan Asuransi agar penerapannya sesuai dengan konsep syariah berkaitan dengan riba maka tidak boleh terdapat aktifitas yang mengakibatkan terjadinya riba.
Contohnya sering kita lihat bahwa pada Asuransi tradisional terdapat unsur riba dalam penerapannya seperti :
-           Investasi terhadap premi yang diterima ke dalam aktifitas yang  
   berbasis riba seperti disimpan dalam bentuk deposito.
-           Pemegang polis mengambil fasilitas Pinjaman Premi Otomatis yaitu   
  bila pada saat jatuh tempo pembayaran hingga selesai masa grace 
  period tidak juga terdapat pembayaran, sedangkan nasabah telah 
  memiliki nilai tunai yang cukup untuki dipergunakan membayar premi 
  maka perusahaan akan secara otomatis akan mengambil nilai tunai  
  tersebut dengan status sebagai pinjaman yang dilakukan oleh
  pemegang polis untuk dipergunakan dalam membayar premi yang
  telah jatuh tempo tersebut sehingga polis tetap inforce. Tetapi pada
  saat jatuh tempo pembayaran selanjutnya maka pemegang polis
  harus membayar pinjaman tersebut plus bunga kemudian juga
  membayar premi jatuh tempo berikutnya.
-          Pemegang polis meminjam nilai tunai dan harus membayar kembalai nantinya
 berikut pengenaan bunga.
Semua aktifitas tersebut terdapat unsur-unsur riba sehingga pada saat nanti kita menggunakan Asuransi Syariah tidak diperbolehkan terjadi hal yang seperti ini. 
Unsur yang ketiga yang tidak boleh diterapkan pada Asuransi Syariah nantinya yaitu tidak boleh terdapat aktifitas perjudian atau permainan untung-untungan atau di sebut sebagai Maysir.
Dikatakan sebagai untung-untungan yaitu kerena hasilnya bisa mendapat untung atau bisa juga rugi.
Hal ini didalam Islam dilarang untuk diterapkan  seperti yang dikatakan dalam Al-quran surat Al-maidah ayat 90 “Wahai orang-oran yang beriman, sesungguhnya arak, judi, berhala dan mengundi nasib adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan, maka hendaklah kamu jauhi, agar kamu mendapatkan keberuntungan.”
Contoh Maysir dalam Asuransi adalah bila menyelenggarakan undian sebagai hadiah pada aktifitas promosi misalnya, maka biayanya tidak boleh dibebankan sebagai harga pokok penjualan kepada semua orang, tetapi harus murni uang yang dikeluarkan untuk biaya promosi, tidak boleh mengakibatkan benefit dari premi asuransi peserta lain yang tidak mendapat undian jadi berkurang.
Secara singakat sejarah terbentuknya Asuransi Syariah dimulai sejak tahun 1979 dimana sebuah perusahaan Asuransi jiwa di Sudan yaitu Sudanese Islamic Insurance memperkenalkan Asuransi Syariah.
Kemudian di tahun yang sama perusahaan Asuransi jiwa di Uni Emirat Arab juga memperkenalkan Asuransi Syariah di Arab.
Setelah itu sebuah perusahaan Asuransi Islam di Swiss Dar Al-Maal Al-Islami memperkenalkan Asuransi Syariah di Jenewa tahun 1981.
Asuransi Syariah kedua di Eropa di keluarkan oleh Islamic Takafol Company (ITC) luksemburg tahun 1983.
Bersamaan dengan itu juga didirikan pula Asuransi Syariah di Bahamas tahun 1983 yaitu Islamic Takafol & Re-Takafol Company.
Begitu juga di Bahrain ikut didirikan Asuransi berbasis Syariah yaitu Syarikat Al-Takafol Al-Islamiah Bahrain juga di tahun 1983.
Barulah kemudian di tahun 1985 Asuransi syariah di perkenalkan di Malaysia yaitu Takaful Malaysia.
Sampai dengan saat ini Asuransi Syariah semakin dikenal dan diminati oleh masyarakat baik Muslim maupun non Muslim.  
Pengertian Asuransi Syariah berdasarkan Dewan Syariah Nasional dan Majels Ulama Indonesia adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang melalui investasi dalam bentuk aset dan atau Tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan Syariah.
Pengertian ini nanti kita bisa lihat secara lengkap dan jelas pada Struktur produk PRUlink syariah.
Sturktur itu nantinya bisa menjelaskan secara singkat tetapi menyeluruh tentang inti dari produk PRUlink syariah. 
Jadi kalau kita pecah satu per satu pengertian dari Asuransi Syariah dari Dewan Syariah Nasional dan Majelis Ulama Indonesia maka ada beberapa hal yang dapat kita pahami :
-           Asuransi Syariah sebenarnya merupakan sebuah sistem dimana peserta mendonasikan atau dalam istilah Islam menghibahkan sebagian atau seluruh kontribusi atau premi yang mereka bayar untuk digunakan membayar klaim atas musibah yang dialami oleh sebagian peserta.
-           Dengan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa sesama peserta menanggung risiko secara bersama-sama. Inilah yang membedakan Asuransi syariah dengan Asuransi non syariah dimana pemegang polis mengalishkan risikonya kepada perusahaan asuransi jiwa dan selanjutnya premi menjadi milik seutuhnya perusahaan.
-           Tetapi pada pola Asuransi syariah perusahaan asuransi perannya hanya terbatas sebagai pengelolaan secara administratif dan menginvestasikan dana Tabarru’ saja dan mendapatkan fee atas usahanya tersebut.
-          Tadi saya sempat mengatakan tentang Tabarru’. Apakah Tabarru’ itu?
Tabarru’ dalam penegertian bahasa Arab berarti sumbangan dan dalam definisi Islam sama dengan Hibah.
Dengan adanya sumbangan atau Tabarru’ dari peserta Asuransi syariah ini maka semua dana untuk menanggung risiko dihimpun oleh peserta sendiri sehingga kontrak polis Asuransi syariah menempatkan peserta sebagai Penanggung risiko bukanlah perusahaan asuransi.
Tetapi dana-dana yang dihimpun serta yang akan digunakan dari dan oleh peserta tersebut harus dikelola dengan baik secara
administratif maupun pola investasinya. Untuk itulah peserta memberikan kuasanya kepada perusahaan asuransi sebagai operator yang mengelola dana-dana tersebut dan perusahaan bukanlah pemilik dana-dana tersebut seperti yang terjadi pada asuransi non syariah.
Sebagai pengelola perusahaan asuransi tidak boleh menggunakan dana-dana tersebut jika tidak ada kuasa dari peserta.
Dengan demikian unsur-unsur ke tidak jelasan seperti pada asuransi syariah dimana posisi perusahaan asuransi lebih dominan akan hilang karena pemilik dana adalah peserta begitu juga unsur untung-untungan atau Maysir akan hilang karena nantinya kalau tidak mengalami risiko maka peserta akan menikmati pembagian keuntungan dari dana Tabarru’ yang terkumpul. Sedangkan pada Asuransi non syariah pemegang polis tidak tahu pasti apakah premi yang di kumpulkan perusahaan lebih besar atau lebih kecil dari pembayran klaim. Pemegang akan merasa beruntung memiliki asuransi bila terjadi risiko sedangkan bila tidak terjadi klaim maka pemegang polis merasa tidak beruntung.
Azasnya Asuransi Syariah tersebut merupakan jaminan bersama.
Penyertaan dalam bentuk hibah atau sumbangan dana Tabarru’ didasarkan pada azas sukarela dan disetujui bersama.
Kedua azas tersebut di atas dapat dijalankan dengan menggunakan rekening yang telah ditentukan yaitu rekening Tabarru’ sebagai wadah untuk membantu satu sama lain bila timbul kerugian atau risiko dari sesama peserta.
Jadi secara singkat kita bisa menjalankan azas-azas tadi dengan prinsip-prinsip :
Tanggung jawab bersama
Saling membantu dan bekerja sama
Serta perlindungan bersama

Jadi sekali lagi jelaslah bahwa terdapat perbedaan yang sangat prinsipiil dalam hal sistem tanggung-menanggung risiko antara perusahaan asuransi syariah dan non syariah.
Pada Asuransi non syariah pemilik polis mengalihkan risikonya kepada perusahaan asuransi untuk menanggung risiko tersebut dan apabila dirasakan tidak bisa menanggung sendir risiko yang diterima maka sebagian akan di alihkan lagi kepada perusahaan reasuransi. Bila sesuatu yang tidak diinginkan terjadi maka perusahaan Asuransi dan reasuransi akan membayar klaim atas risiko yang timbul.
Berbeda dengan asuransi non syariah, pada konsep asuransi syariah pemegang polis atau peserta secara bersama-sama dan sukarela memasukan dananya ke dalam rekening Tabarru’ dan bila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan maka para peserta sendirilah yang akan membayar klaim tersebut. Azas inilah yang disebut dengan Risk Sharing.
Sekarang supaya lebih lengkap lagi pengetahuan kita akan Asuransi Syariah marilah kita mencoba untuk memahami seperti apa kontrak yang akan kita temui dalam asuransi syariah.
Karena bila kita membicarakan tentang kerja sama antara satu pihak dengan pihak lain seharusnyalah di sertai dengan kontrak sehingga satu sama lain memahami hak dan kewajiban masing-masing.
Tetapi sebelum kita membahas tentang kontrak dalam Asuransi syariah terlebih dahulu kita harus memahami kedudukan dan macam-macam kontrak dalam pengertian Islam.
Karena kontrak dalam Islam merupakan bagian dari hubungan antara manusia dengan sesama manusia maka kontrak dalam Islam berada dalam area muammalat.
Secara muammalat terdapat dua bentuk perjanjian dalam dalam Islam yaitu :
Wa’ad yang merupakan janji antara satu pihak kepada pihak lainnya, tetapi pihak yang diberi janji tidak memikul kewajiban kepada pemberi janji dan bila janji tersebut tidak dipenuhi maka tidak ada sangsi lain selain sangsi moral.
Sedangkan Akad merupakan kontrak yang dibuat oleh kedua belah pihak yang mengikat mereka untuk bersepakat, tentu saja untuk bersepakat ada syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan secara rinci dan spesifik serta disetujui oleh kedua belah pihak.
Bila kewajiban tidak dipenuhi oleh salah satu pihak maka sangsi yang akan di terima adalah sesuai dengan kesepakatan yang telah ditentukan sebelumnya.
Marilah kita hanya membahas tentang kontraknya saja atau dalam bahasa Arab di sebut Akad.
Kontrak atau akad di bagi menjadi 2 bagian penting dan kedua kontrak inilah nantinya dalam implementasi dalam Asuransi syariah akan banyak dipergunakan.
Kontrak (akad) Tabarru’ : merupakan kontrak yang terdapat pada dana kebajikan (dana Tabarru’).
Kontrak ini sifatnya saling menguntungkan kedua belah pihak, bukan dipergunakan pada transaksu untuk mencari keuntungan
Sedangkan kontrak Tijarah akan banyak dipergunakan antara peserta dengan perusahaan Asuransi nantinya.
Kontrak-kontrak ini dipergunakan pada transaksi-transaksi untuk mencari keuntungan.
Dengan demikian setiap akad atau kontrak yang sifatnya mencari keuntungan (Tijarah) tetapi ingin diganti menjadi sebuah kontrak yang sifatnya tidak mencari keuntungan (Tabarru’) maka perubahan kontrak ini bisa dilakukan dan diperbolehkan.
Tetapi sebaliknya bila kontrak yang sifatnya dipergunakan untuk tidak mencari keuntungan (Tabarru’) tetapi ingin dipergunakan atau diubah menjadi kontrak yang sifatnya untuk mencari keuntungan maka hal ini tidak diperbolehkan.
Hal-hal seperti inilah secara transaparan di atur di dalam asuransi syariah.
Secara sistematis kita bisa melihat skema dalam kontrak Tabarru’ berkaitan dengan masing-masing transaksi seperti pinjaman, meminjam sendiri dan memberikan sesuatu.
Bila terjadi transasksi pinjaman (lending) maka sifat kontrak atau akadnya adalah kontrak Tabarru dalam meminjam sesuatu, sedangkan nama akadnya adalah Qard.
Seandainya nanti terjadi transaksi dalam peminjaman sendiri tetapi atas nama orang lain, maksudnya kita mengeluarkan uang kita untuk membayar orang lain untuk melakukan sesuatu yang tidak bisa kita lakukan maka sifat akadnya adalah kontrak Tabarru’ dalam meminjam sesuatu dan nama akadnya adalah wakalah.
Sedangkan bila terjadi transaksi dalam memberikan sesuatu maka sifat akadnya adalah kontrak Tabarru’ dalam memberikan sesuatu dan nama akadnya adalah Hibah.
Semua jenis transaksi yang menggunakan akad Tabarru’ ini dan juga nama masing-masing akadnya dapat kita lihat dengan jelas nantinya pada Struktur produk PRUlink Syariah.
Kalau tadi kita sudah melihat skema secara sistematis berkaitan dengan transaksi pada kontrak Tabarru’, maka sekarang kita lihat juga skema dalam kontrak Tijarah.
Seperti kita ketahui kontrak Tijarah dipergunakan pada semua transaksi yang sifatnya untuk mencari keuntungan (profit).
Pada kontrak Tijarah ini kita bisa menemukan kontrak Tijarah tertentu yang pasti misalnya sudah disebutkan berapa besar profit yang akan diterima oleh salah satu pihak dan juga kontrak Tijarah tertentu yang tidak pasti misalnya besarnya profit belum di sebutkan secara pasti.
Bila Kontrak Tijarah tertentu yang pasti – sudah disebutkan berapa besar profit yang akan diterima – akan diganti menjadi kontrak Tijarah yang tidak pasti (besarnya profit yang akan diterima tidak diketahui) maka hal ini tidak diperbolehkan karena akan menjadi Gharar atau ketidak pastian dan ini dilarang dalam konsep syariah.
Begitu juga sebaliknya bila kontrak Tijarah tertentu yang tidak pasti – tidak disebutkan berapa besar profit yang akan diterima – akan diganti menjadi kontrak Tabarru’ yang pasti (besarnya profit yang akan diterima sudah ditentukan) maka hal ini pun tidak diperbolehkan karena akan menjadi Riba atau membungakan uang dan ini dilarang dalam konsep syariah.
Bagaimana implementasi kontrak-kontrak dalam Islam bila diterapkan pada Asuransi Syariah?
Marilah kita lihat bersama-sama secara jelas pemahaman kontrak dalam Islam yang sudah kita bahas tadi dalam Asuransi Syariah.
Kontrak atau akad pada asuransi syariah hanya akan kita temui pada transaksi yang melibatkan hubungan antar sesama pemegang polis dimana masing-masing peserta saling tolong menolong dalam berbagi risiko dan menanggung risiko bersama maka akad yang akan dipergunakan adalah akad Tabarru’.
Sedangkan pada transaksi yang melibatkan hubungan antara pemegang polis atau peserta dengan perusahaan asuransi yang melakukan tugas operasional dan fungsi-fungsi pada perusahaan asuransi itu sendiri maka akad yang akan dipergunakan adalah akad Tijarah.
Berikut ini kita bahas satu persatu transaksi yang terjadi dan sifat akad atau kontraknya.
Kita mulai dengan membahas Akad atau kontrak yang terdapat pada transaksi diantara pemegang polis.
Sudah kita ketahui bersama sifat akadnya adalah akad Tabarru’.
Mengapa pada Transaksi ini menggunakan akad atau kontrak yang sifatnya akad atau kontrak Tabarru’?
Karena antar pemegang polis saling menanggung setiap risiko yang ada.
Setiap peserta akan mengalami saat membayar dan menerima bantuan untuk membagi risiko yang ada.
Akadnya tidak bertujuan untuk mencari keuntungan.
Terjadi risk sharing diantara sesama pemegang polis.
Berikutnya adalah akad atau kontrak yang dipergunakan pada transaksi antara pemegang polis dengan perusahaan asuransi.
Seperti kita ketahui sifat akad pada transaksi seperti ini mempergunakan akad Tijarah.
Mengapa pada transaksi ini menggunakan akad Tijarah atau kontrak yang dipergunakan pada transaksi untuk mencari keuntungan?
Karena perusahaan Asuransi berperan sebagai  underwriter (menilai risiko), collector (mengumpulkan iuran-iuran Tabarru’) dan Fund Manager dalam mengelola dana yang diinvestasikan.
Kemudian juga karena kontribusi atau premi dari pemegang polis atau peserta bukan sebagai pendapatan bagi perusahaan asuransi, tetapi perusahaan hanya akan mendapatkan fee karena fungsinya sebagai pengelola dan administrator saja.
Begitu juga dalam memaksimalkan penggunaan dana Tabarru’ yang ada pada pool of hibah fund milik peserta, perusahaan juga akan mendapatkan bagi hasil atau fee atas usahanya itu.

Marilah kita simpulkan semua sifat akad dan nama akad yang sudah kita bahas secara rinci  di atas . Sifat akad yang terjadi pada transaksi antar pemegang polis atau peserta adalah Tabarru’.
Sedangkan nama akadnya adalah Hibah.
Sifat akad yang terjadi pada transaksi antara pemegang polis dengan perusahaan asuransi, antara perusahaan asuransi dengan perusahaan reasuransi adalah Tijarah.
Sedangkan nama akadnya yang berkaitan dengan penerimaan fee adalah wakalah bil ujrah, yang berkaitan dengan investasi juga wakalah bil ujrah.
-      Asuransi Syariah sesuai dan mematuhi syariah Islam dan
   menjadi alternatif selain asuransi konvensional
-       Azas utama Asuransi Syariah adalah kerja sama, persaudaraan
   & kesetiakawanan
-      Pilihan kontrak antara peserta Asuransi Syariah & Operator
    Asuransi Syariah sangat tergantung pada kebutuhan individu &
    strategi masing-masing pihak


Informasi lebih lanjut : adangprusyariah@gmail.com
                                : 085651387899



Tidak ada komentar:

Posting Komentar