Assalamua’laikum!
Selamat datang di PRUlink
Syariah.
PRUlink syariah ini adalah
produk yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan akan rangancan keuangan masa
depan yang sesuai dengan syariah sehingga siapapun akan merasa nyaman dapat
mempersiapkan masa depannya sekaligus tidak merasa takut akan unsur-unsur yang
tidak di ridhai oleh Allah.
Sebelum kita memahami
seperti apa produk PRUlink Syariah ini maka ada baiknya kita sedikit mengetahui
tentang konsep Syariah dan Asuransi Syariah. Karena bila kita tidak mengetahui
latar belakangnya maka akan sulit bagi kita untuk mengerti mengapa harus
PRUlink Syariah yang kita akan pergunakan dalam mempersiapkan kebutuhan
keuangan masa depan keluarga kita.
Marilah kita mulai dengan
memahami apa arti Syariah sesungguhnya.
Syariah itu sendiri dalam
Islam sama artinya dengan undang-undang atau kumpulan peraturan-peraturan yang
mengatur hubungan antar manusia dengan pencipta (Allah) dalam dan hubungan
antara manusia dengan manusia.
Mengapa dalam berkehidupan
ini kita harus memiliki aturan-aturan? Supaya kita sebagai Manusia memahami
batasan-batasan yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan sehingga
sebagai manusia yang memiliki akal dalam menjalin hubungan vertikal maupun
horozontal dapat memiliki martabat yang derajatnya lebih tiggi dari makhluk
yang diciptakan oleh Allah.
Dasar dari keharusan kita
menjalankan Syariah ini adalah Firman Allah dalam Surat Al-Jaatsiyah ayat 18 :
(Bacakan sesuai terjemahan di atas)
Sekarang mengapa kita harus
menjalankan Syariah?
Dalam Islam - yang merupakan
cara dalam berkehidupan – terdapat tiga pilar yang merupakan
dasar-dasar dalam agama
yaitu :
- Aqidah (keyakinan).
Pada pilar ini hanya orang Islam
sajalah yang di haruskan memegang teguh keyakinannya terhadap Allah, tidak ada
keharusan bagi umat agama lain untuk mengikuti keyakinan pada Islam. Seperti
Firman Allah : “Bagimu agamamu, bagiku agamaku.”
Maka dalam Islam terdapat istilah Iman
untuk mempercayai Allah sebagai Tuhan, kafir tidak mempercayai Allah sebagai
Tuhan, munafik dimana manusia mengatakan dia beriman tetapi sesungguhnya dalam
tingkah lakuknya tidak memperlihatkan sebagai orang yang beriman, murtad bagi
orang yang keluar dari keyakinan kepada Allah dan musyrik bagi golongan orang yang
menduakan Allah.
- Syariah (hukum).
Dalam menjalankan kehidupannya Manusia harus tunduk
dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan yang bertujuan untuk membuat diri
sendiri menjadi lebih nyaman dan sekaligus juga tidak membuat orang lain
terganggu sehingga membawa kebahagiaan bagi semua orang.
Dalam hubungan antara Manusia dengan Allah dikenal adanya
hukum wajib artinya bila dikerjakan berpahala, bila ditinggalkan berdosan misal
Sholat Fardhu 5 waktu, sunnah artinya bila dikerjakan berpahala, ditinggalkan
tidak berdosa contohnya sholat sunnah Tahajjud (ditengah malam).
Dalam hubungan antara manusia dengan manusia dikenal
adanya Halal yaitu dikerjakan tidak berpahala dan ditinggalkan pun tidak ada
sangsinya. Contoh makan-makanan yang halal. Sedangkan Makruh berarti
ditinggalkan berpahala tetapi bila dikerjakan tidak apa-apa, contohnya merokok.
Haram berarti dikerjakan berdosa tetapi bila di tinggalkan akan mendapat
pahala, contohnya berjudi, minum-mimuman keras dll.
- Akhlak (Etika)
Segalam sesuatu yang berkaitan dengan prilaku manusia
secara individu dalam Islam harus sesuai dengan etika yang membuat setiap umat
Islam seharusnya melakukan sesuatu tetap berprinsip bahwa setiap tindakan
haruslah yakin bahwa Allah selalu melihat dan tingkatan yang paling tinggi
adalah melakukan sesuatu demi karena Allah, itulah tingkatan dari yang paling
biasa ihsan hingga yang paling tinggi derajatnya adalah Istihsan.
Pada materi ini kita tidak
akan membicarakan tentang Aqidah dan Akhlak, yang kita bahas adalah syariah
yang merupakan aturan atau
hukum yang akan menjadi landasan kita membahas Asuransi Syariah.
Sepeti yang sudah disebutkan
diawal tadi bahwa Syariah adalah kumpulan petunjuk dan larangan yang diberikan
Allah bagi umat manusia dalam melakukan hubungan antara manusia dengan Allah
dan manusia dengan manusia.
Syariah atau peraturan yang
diturunkan Allah melalui Alquran dan juga Hadist (kumpulan perkataan dan
perbuatan) Nabi Muhammad SAW di interpretasikan oleh ulama setelah zaman Nabi
Muhammad sehingga terbentuklah istialh Fiqih.
Contohnya pada pelaksanaan
Sholat sudah ada ketentuan dari Al-quran dan perbuatan Nabi bahwa tangan harus
di tumpuk satu sama lain dan diletakan di perut. Tetapi setiap orang mungkin
melihat dengan caranya sendiri sehingga ada yang sholat tangannya terletak di
perut, ada juga yang agak ke samping kanan-kiri perut atau ada juga yang agak
lebih ke atas ke arah dada.
Pada penerapan seperti ini
tidak terlalu menjadi masalah pada Islam karena yang penting adalah perbuatan
Sholatnya yang lebih utama, karena setiap orang bisa menginterpretasikan cara
tersebut secara berbeda.
Secara struktur dapat kita
leihat pada skema ini bahwa sumber dari Syariah adalah Al-quran dan Hadist,
lalu oleh para ulama terhadap syariah yang bersumber dari Al-quran dan Hadist
tersebut ditafsirkan dalam bentuk Fiqih.
Fiqih sendiri yang merupakan penafsiran dari Syariah di
bagi dua bagian yaitu penafsiran peraturan yang berkaitan dengan hubungan
antara manusia dengan Allah disebut Ibadah dan penafsiran peraturan yang
berkaitan dengan hubungan antara manusia dengan sesama manusia disebut Muamalat
(muamalah).
Pada ketetentuan tentang
Ibadah sudah diatur bahwa semua hal tidak diperbolehkan kecuali ada
ketentuannya. Contohnya tidak umat Islam tidak diperbolehkan meninggalkan
Sholat wajib 5 waktu sehari dalam keadaan dan situasi apapun kecuali wanita
yang sedang datang bulan atau haid.
Sedangkan pada ketentuan
tentang Muamalat semuanya boleh dilakukan kecuali ada larangannya. Contoh Allah
memperbolehkan setiap orang melakukan perdagangan/transaksi tetapi tidak boleh
melakukan Riba atau membungakan uang.
Pada bagian ini mari kita
lebih persempit lagi pembahasannya yaitu kita hanya akan membicarakan hal-hal
yang berkaitan dengan Muamalat saja dalam membahas mengenai Asuransi Syarih
ini.
Pada prinsipnya Syariah yang
berkaitan dengan muammat sifatnya
universal karena bisa juga diterapkan oleh umat selain Islam sekalipun karena
mengatur hubungan antar sesama manusia berdasarkan kebaikan.
Baiklah
sekarang kita lihat terlebih dahulu bagaimana Islam memandang Asuransi secara
umum sehingga mudah-mudahan nantinya kita dapat memahami kaitannya dengan
Asuransi Syariah.
Dalam pandangan Islam
memiliki Asuransi itu adalah perbuatan yang mulia karena Islam mengajarkan
umatnya untuk mempersiapkan segala sesuatu selagi manusia tersebut mampu untuk
melakukannya pada saat ia memiliki sumber daya nya untuk kepentingan masa
depan.
Hadist (perkataan Nabi
Muhammad SAW) yang di riwayatkan oleh sahabat Nabi yaitu Muslim mengatakan
bahwa “Pergunakanlah lima hal sebelum datangnya lima perkara; muda sebelum tua,
sehat sebelum sakit, kaya sebelum miskin, lapang sebelum sempit dan hidup
sebelum mati.”
Berarti dalam hal yang
berkaitan dengan Asuransi sangat sesuai sekali dengan Hadist Nabi di atas bahwa
selagi kita memiliki uang apalagi kekayaan janganlah kita hambur-hamburkan uang
kita karena kita tidak hidup untuk saat ini saja tetapi juga masa depan karena
kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi pada diri kita dikemudian hari.
Apabila kondisi berubah
karena adanya kejadian tertentu yang menimpa diri kita maka dengan adanya
Asuransi kita sudah memiliki perlindungan terhadap kehilangan penghasilan untuk
masa depan.
Walaupun Asuransi itu pada
sudut pandang Islam sangat mulia karena dapat menyediakan perlindungan harta
pada masa depan meskipun terdapat resiko yang menimpa diri kita tetapi pada
Asuransi Tradisional ternyata masih terdapat unsur-unsur yang tidak sesuai
dengan Syariah dan fiqih pada muammalat dalam pelaksanaannya.
Hal-hal yang tidak sesuai
dengan Syariah yang sering terdapat pada Asuransi tradisional adalah Gharar,
Riba dan Maysir.
Apa yang dimaksud dengan
Gharar, Riba dan Maysir itu..?
Gharar adalah suatu kondisi
atau situasi dimana terdapat informasi yang tidak jelas, sehingga pada saat
seseorang bertransaksi dengan orang lain terjadi ketidak pastian.
Dalam Islam pada saat kita
bertransaksi dengan orang lain Gharar ini dilarang untuk dilakukan karena akan
merugikan salah satu pihak tentunya.
Karena adanya ketidak
jelasan seringkali orang yang bertransaksi tidak mengerti ketentuan ataupun
konsekuensi dari kontrak tersebut.
Dengan demikian posisi tawar
atau bargaining position salah satu dari mereka tidak seimbang sehingga tidak
bisa mengambil keputusan yang jelas berkaitan dengan transaksi tersebut.
Pada zaman dahulu dimana
orang belum mengenal tata cara dalam bertransaksi sering kali dilakukan cara
penjualan dengan melempar batu.
Pembeli membayar terlebih
dahulu sejumlah tertentu (harga) kepada penjual, barulah kemudian orang
tersebut diminta untuk melempar batu kepada sejumlah barang.
Apabila batu tersebut
mengenai sebuah barang maka terjadilah penjualan dan orang tersebut mendapatkan
barang yang dikenai oleh batu yang ia lempar.
Dalam Islam kontrak
dipandang sebagai sesuatu yang serius dan tidak boleh terdapat merugikan orang
lain sehingga pola penjualan dengan melempar batu seperti itu tidak boleh
dilakukan.
Dalam hal kontrak Asuransi
seringkali kita temukan unsur-unsur yang memperlihatkan ketidak pastian seperti
dalam polis disebutkan bahwa bila terjadi klaim maka akan dibayarkan masimal 20
hari sejak jumlah klaim disepakati dan di setujui.
Tetapi sering kali juga
tidak di jelaskan secara lebih rinci lagi apakah yang dimaksud 20 hari itu
adalah hari kerja tidak termasuk sabtu, minggu dan hari libur ataukah 20 hari
kalender.
Hal berikutnya yang sering
terdapat pada Asuransi tradisional adalah
sering terdapat unsur Riba.
Riba adalah keuntungan atau
kelebihan pada pengembalian yang
berbeda dari nilai aslinya
dan kelebihannya tersebut biasanya
ditentukan jumlahnya pada
saat pinjaman dilakukan.
Dalam Syariah atau hukum
Islam dikatakan bahwa riba bisa terjadi
dalam 2 situasi utama yaitu
:
- Riba al duyun yaitu riba yang terjadi karena transaksi utang piutang
- Riba al buyu yang terjadi karena transaksi penjualan
Dalam
Al-quran disebutkan bahwa Riba itu dilarang yaitu pada surat Al-baqarah ayat
275 “…padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…”
Ayat
ini yang diinpterpretasikan oleh ulama dalam fiqih muammalat bahwa riba itu
dilarang.
Jadi
dengan demikian jelaslah bahwa riba itu dilarang dalam pelaksanaannya terutama
yang sering terjadi pada kehidupan kita sehari-hari adalah aktifitas pinjaman
baik kepada lembaga keuangan apalagi kepada rentenir yang pada saat orang
membayar nanti dikenakan bunga yang sering kali pada akhirnya memberatkan orang
yang berhutang.
Selain
itu juga dalam kehidupan sehari-hari kita mendapatkan penghasilan berbentuk
bunga dalam Bank konvensional sebaiknya dihindari.
Bagaimana
dengan Asuransi agar penerapannya sesuai dengan konsep syariah berkaitan dengan
riba maka tidak boleh terdapat aktifitas yang mengakibatkan terjadinya riba.
Contohnya
sering kita lihat bahwa pada Asuransi tradisional terdapat unsur riba dalam
penerapannya seperti :
-
Investasi terhadap premi yang diterima ke
dalam aktifitas yang
berbasis riba seperti disimpan dalam bentuk
deposito.
-
Pemegang polis mengambil fasilitas Pinjaman
Premi Otomatis yaitu
bila pada saat jatuh tempo pembayaran hingga
selesai masa grace
period tidak juga terdapat pembayaran,
sedangkan nasabah telah
memiliki nilai tunai yang cukup untuki
dipergunakan membayar premi
maka perusahaan akan secara otomatis akan
mengambil nilai tunai
tersebut dengan status sebagai pinjaman yang
dilakukan oleh
pemegang polis untuk dipergunakan dalam
membayar premi yang
telah jatuh tempo tersebut sehingga polis
tetap inforce. Tetapi pada
saat jatuh tempo pembayaran selanjutnya maka
pemegang polis
harus membayar pinjaman tersebut plus bunga
kemudian juga
membayar premi jatuh tempo berikutnya.
-
Pemegang polis meminjam nilai tunai dan harus
membayar kembalai nantinya
berikut pengenaan bunga.
Semua
aktifitas tersebut terdapat unsur-unsur riba sehingga pada saat nanti kita
menggunakan Asuransi Syariah tidak diperbolehkan terjadi hal yang seperti
ini.
Unsur
yang ketiga yang tidak boleh diterapkan pada Asuransi Syariah nantinya yaitu
tidak boleh terdapat aktifitas perjudian atau permainan untung-untungan atau di
sebut sebagai Maysir.
Dikatakan
sebagai untung-untungan yaitu kerena hasilnya bisa mendapat untung atau bisa
juga rugi.
Hal
ini didalam Islam dilarang untuk diterapkan
seperti yang dikatakan dalam Al-quran surat Al-maidah ayat 90 “Wahai orang-oran
yang beriman, sesungguhnya arak, judi, berhala dan mengundi nasib adalah
perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan, maka hendaklah kamu jauhi, agar kamu
mendapatkan keberuntungan.”
Contoh
Maysir dalam Asuransi adalah bila menyelenggarakan undian sebagai hadiah pada
aktifitas promosi misalnya, maka biayanya tidak boleh dibebankan sebagai harga
pokok penjualan kepada semua orang, tetapi harus murni uang yang dikeluarkan
untuk biaya promosi, tidak boleh mengakibatkan benefit dari premi asuransi peserta
lain yang tidak mendapat undian jadi berkurang.
Secara
singakat sejarah terbentuknya Asuransi Syariah dimulai sejak tahun 1979 dimana
sebuah perusahaan Asuransi jiwa di Sudan yaitu Sudanese Islamic Insurance
memperkenalkan Asuransi Syariah.
Kemudian
di tahun yang sama perusahaan Asuransi jiwa di Uni Emirat Arab juga
memperkenalkan Asuransi Syariah di Arab.
Setelah
itu sebuah perusahaan Asuransi Islam di Swiss Dar Al-Maal Al-Islami
memperkenalkan Asuransi Syariah di Jenewa tahun 1981.
Asuransi
Syariah kedua di Eropa di keluarkan oleh Islamic Takafol Company (ITC)
luksemburg tahun 1983.
Bersamaan
dengan itu juga didirikan pula Asuransi Syariah di Bahamas tahun 1983 yaitu
Islamic Takafol & Re-Takafol Company.
Begitu
juga di Bahrain ikut didirikan Asuransi berbasis Syariah yaitu Syarikat
Al-Takafol Al-Islamiah Bahrain juga di tahun 1983.
Barulah
kemudian di tahun 1985 Asuransi syariah di perkenalkan di Malaysia yaitu
Takaful Malaysia.
Sampai
dengan saat ini Asuransi Syariah semakin dikenal dan diminati oleh masyarakat
baik Muslim maupun non Muslim.
Pengertian
Asuransi Syariah berdasarkan Dewan Syariah Nasional dan Majels Ulama Indonesia
adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang
melalui investasi dalam bentuk aset dan atau Tabarru’ yang memberikan pola
pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan
Syariah.
Pengertian
ini nanti kita bisa lihat secara lengkap dan jelas pada Struktur produk PRUlink
syariah.
Sturktur
itu nantinya bisa menjelaskan secara singkat tetapi menyeluruh tentang inti
dari produk PRUlink syariah.
Jadi
kalau kita pecah satu per satu pengertian dari Asuransi Syariah dari Dewan
Syariah Nasional dan Majelis Ulama Indonesia maka ada beberapa hal yang dapat
kita pahami :
-
Asuransi Syariah sebenarnya merupakan sebuah
sistem dimana peserta mendonasikan atau dalam istilah Islam menghibahkan
sebagian atau seluruh kontribusi atau premi yang mereka bayar untuk digunakan
membayar klaim atas musibah yang dialami oleh sebagian peserta.
-
Dengan
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa sesama peserta menanggung risiko
secara bersama-sama. Inilah yang membedakan Asuransi syariah dengan Asuransi
non syariah dimana pemegang polis mengalishkan risikonya kepada perusahaan
asuransi jiwa dan selanjutnya premi menjadi milik seutuhnya perusahaan.
-
Tetapi
pada pola Asuransi syariah perusahaan asuransi perannya hanya terbatas sebagai
pengelolaan secara administratif dan menginvestasikan dana Tabarru’ saja dan
mendapatkan fee atas usahanya tersebut.
-
Tadi saya sempat mengatakan tentang Tabarru’.
Apakah Tabarru’ itu?
Tabarru’
dalam penegertian bahasa Arab berarti sumbangan dan dalam definisi Islam sama
dengan Hibah.
Dengan
adanya sumbangan atau Tabarru’ dari peserta Asuransi syariah ini maka semua
dana untuk menanggung risiko dihimpun oleh peserta sendiri sehingga kontrak
polis Asuransi syariah menempatkan peserta sebagai Penanggung risiko bukanlah
perusahaan asuransi.
Tetapi
dana-dana yang dihimpun serta yang akan digunakan dari dan oleh peserta tersebut
harus dikelola dengan baik secara
administratif maupun pola investasinya. Untuk itulah peserta memberikan kuasanya kepada perusahaan asuransi sebagai operator yang mengelola dana-dana tersebut dan perusahaan bukanlah pemilik dana-dana tersebut seperti yang terjadi pada asuransi non syariah.
administratif maupun pola investasinya. Untuk itulah peserta memberikan kuasanya kepada perusahaan asuransi sebagai operator yang mengelola dana-dana tersebut dan perusahaan bukanlah pemilik dana-dana tersebut seperti yang terjadi pada asuransi non syariah.
Sebagai
pengelola perusahaan asuransi tidak boleh menggunakan dana-dana tersebut jika
tidak ada kuasa dari peserta.
Dengan
demikian unsur-unsur ke tidak jelasan seperti pada asuransi syariah dimana
posisi perusahaan asuransi lebih dominan akan hilang karena pemilik dana adalah
peserta begitu juga unsur untung-untungan atau Maysir akan hilang karena
nantinya kalau tidak mengalami risiko maka peserta akan menikmati pembagian
keuntungan dari dana Tabarru’ yang terkumpul. Sedangkan pada Asuransi non
syariah pemegang polis tidak tahu pasti apakah premi yang di kumpulkan
perusahaan lebih besar atau lebih kecil dari pembayran klaim. Pemegang akan
merasa beruntung memiliki asuransi bila terjadi risiko sedangkan bila tidak terjadi
klaim maka pemegang polis merasa tidak beruntung.
Azasnya
Asuransi Syariah tersebut merupakan jaminan bersama.
Penyertaan
dalam bentuk hibah atau sumbangan dana Tabarru’ didasarkan pada azas sukarela
dan disetujui bersama.
Kedua
azas tersebut di atas dapat dijalankan dengan menggunakan rekening yang telah
ditentukan yaitu rekening Tabarru’ sebagai wadah untuk membantu satu sama lain
bila timbul kerugian atau risiko dari sesama peserta.
Jadi
secara singkat kita bisa menjalankan azas-azas tadi dengan prinsip-prinsip :
Tanggung
jawab bersama
Saling
membantu dan bekerja sama
Serta
perlindungan bersama
Jadi
sekali lagi jelaslah bahwa terdapat perbedaan yang sangat prinsipiil dalam hal
sistem tanggung-menanggung risiko antara perusahaan asuransi syariah dan non
syariah.
Pada
Asuransi non syariah pemilik polis mengalihkan risikonya kepada perusahaan
asuransi untuk menanggung risiko tersebut dan apabila dirasakan tidak bisa
menanggung sendir risiko yang diterima maka sebagian akan di alihkan lagi
kepada perusahaan reasuransi. Bila sesuatu yang tidak diinginkan terjadi maka
perusahaan Asuransi dan reasuransi akan membayar klaim atas risiko yang timbul.
Berbeda
dengan asuransi non syariah, pada konsep asuransi syariah pemegang polis atau
peserta secara bersama-sama dan sukarela memasukan dananya ke dalam rekening
Tabarru’ dan bila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan maka para peserta
sendirilah yang akan membayar klaim tersebut. Azas inilah yang disebut dengan
Risk Sharing.
Sekarang
supaya lebih lengkap lagi pengetahuan kita akan Asuransi Syariah marilah kita
mencoba untuk memahami seperti apa kontrak yang akan kita temui dalam asuransi
syariah.
Karena
bila kita membicarakan tentang kerja sama antara satu pihak dengan pihak lain
seharusnyalah di sertai dengan kontrak sehingga satu sama lain memahami hak dan
kewajiban masing-masing.
Tetapi
sebelum kita membahas tentang kontrak dalam Asuransi syariah terlebih dahulu
kita harus memahami kedudukan dan macam-macam kontrak dalam pengertian Islam.
Karena
kontrak dalam Islam merupakan bagian dari hubungan antara manusia dengan sesama
manusia maka kontrak dalam Islam berada dalam area muammalat.
Secara
muammalat terdapat dua bentuk perjanjian dalam dalam Islam yaitu :
Wa’ad
yang merupakan janji antara satu pihak kepada pihak lainnya, tetapi pihak yang
diberi janji tidak memikul kewajiban kepada pemberi janji dan bila janji
tersebut tidak dipenuhi maka tidak ada sangsi lain selain sangsi moral.
Sedangkan
Akad merupakan kontrak yang dibuat oleh kedua belah pihak yang mengikat mereka
untuk bersepakat, tentu saja untuk bersepakat ada syarat dan ketentuan yang
telah ditetapkan secara rinci dan spesifik serta disetujui oleh kedua belah
pihak.
Bila
kewajiban tidak dipenuhi oleh salah satu pihak maka sangsi yang akan di terima
adalah sesuai dengan kesepakatan yang telah ditentukan sebelumnya.
Marilah
kita hanya membahas tentang kontraknya saja atau dalam bahasa Arab di sebut
Akad.
Kontrak
atau akad di bagi menjadi 2 bagian penting dan kedua kontrak inilah nantinya
dalam implementasi dalam Asuransi syariah akan banyak dipergunakan.
Kontrak
(akad) Tabarru’ : merupakan kontrak yang terdapat pada dana kebajikan (dana
Tabarru’).
Kontrak
ini sifatnya saling menguntungkan kedua belah pihak, bukan dipergunakan pada
transaksu untuk mencari keuntungan
Sedangkan
kontrak Tijarah akan banyak dipergunakan antara peserta dengan perusahaan
Asuransi nantinya.
Kontrak-kontrak
ini dipergunakan pada transaksi-transaksi untuk mencari keuntungan.
Dengan
demikian setiap akad atau kontrak yang sifatnya mencari keuntungan (Tijarah)
tetapi ingin diganti menjadi sebuah kontrak yang sifatnya tidak mencari
keuntungan (Tabarru’) maka perubahan kontrak ini bisa dilakukan dan
diperbolehkan.
Tetapi
sebaliknya bila kontrak yang sifatnya dipergunakan untuk tidak mencari
keuntungan (Tabarru’) tetapi ingin dipergunakan atau diubah menjadi kontrak
yang sifatnya untuk mencari keuntungan maka hal ini tidak diperbolehkan.
Hal-hal
seperti inilah secara transaparan di atur di dalam asuransi syariah.
Secara
sistematis kita bisa melihat skema dalam kontrak Tabarru’ berkaitan dengan
masing-masing transaksi seperti pinjaman, meminjam sendiri dan memberikan
sesuatu.
Bila
terjadi transasksi pinjaman (lending) maka sifat kontrak atau akadnya adalah
kontrak Tabarru dalam meminjam sesuatu, sedangkan nama akadnya adalah Qard.
Seandainya
nanti terjadi transaksi dalam peminjaman sendiri tetapi atas nama orang lain,
maksudnya kita mengeluarkan uang kita untuk membayar orang lain untuk melakukan
sesuatu yang tidak bisa kita lakukan maka sifat akadnya adalah kontrak Tabarru’
dalam meminjam sesuatu dan nama akadnya adalah wakalah.
Sedangkan
bila terjadi transaksi dalam memberikan sesuatu maka sifat akadnya adalah
kontrak Tabarru’ dalam memberikan sesuatu dan nama akadnya adalah Hibah.
Semua
jenis transaksi yang menggunakan akad Tabarru’ ini dan juga nama masing-masing
akadnya dapat kita lihat dengan jelas nantinya pada Struktur produk PRUlink
Syariah.
Kalau
tadi kita sudah melihat skema secara sistematis berkaitan dengan transaksi pada
kontrak Tabarru’, maka sekarang kita lihat juga skema dalam kontrak Tijarah.
Seperti
kita ketahui kontrak Tijarah dipergunakan pada semua transaksi yang sifatnya
untuk mencari keuntungan (profit).
Pada
kontrak Tijarah ini kita bisa menemukan kontrak Tijarah tertentu yang pasti
misalnya sudah disebutkan berapa besar profit yang akan diterima oleh salah
satu pihak dan juga kontrak Tijarah tertentu yang tidak pasti misalnya besarnya
profit belum di sebutkan secara pasti.
Bila
Kontrak Tijarah tertentu yang pasti – sudah disebutkan berapa besar profit yang
akan diterima – akan diganti menjadi kontrak Tijarah yang tidak pasti (besarnya
profit yang akan diterima tidak diketahui) maka hal ini tidak diperbolehkan
karena akan menjadi Gharar atau ketidak pastian dan ini dilarang dalam konsep
syariah.
Begitu
juga sebaliknya bila kontrak Tijarah tertentu yang tidak pasti – tidak
disebutkan berapa besar profit yang akan diterima – akan diganti menjadi
kontrak Tabarru’ yang pasti (besarnya profit yang akan diterima sudah ditentukan)
maka hal ini pun tidak diperbolehkan karena akan menjadi Riba atau membungakan
uang dan ini dilarang dalam konsep syariah.
Bagaimana
implementasi kontrak-kontrak dalam Islam bila diterapkan pada Asuransi Syariah?
Marilah
kita lihat bersama-sama secara jelas pemahaman kontrak dalam Islam yang sudah
kita bahas tadi dalam Asuransi Syariah.
Kontrak
atau akad pada asuransi syariah hanya akan kita temui pada transaksi yang
melibatkan hubungan antar sesama pemegang polis dimana masing-masing peserta saling
tolong menolong dalam berbagi risiko dan menanggung risiko bersama maka akad
yang akan dipergunakan adalah akad Tabarru’.
Sedangkan
pada transaksi yang melibatkan hubungan antara pemegang polis atau peserta
dengan perusahaan asuransi yang melakukan tugas operasional dan fungsi-fungsi
pada perusahaan asuransi itu sendiri maka akad yang akan dipergunakan adalah
akad Tijarah.
Berikut
ini kita bahas satu persatu transaksi yang terjadi dan sifat akad atau
kontraknya.
Kita
mulai dengan membahas Akad atau kontrak yang terdapat pada transaksi diantara
pemegang polis.
Sudah
kita ketahui bersama sifat akadnya adalah akad Tabarru’.
Mengapa
pada Transaksi ini menggunakan akad atau kontrak yang sifatnya akad atau
kontrak Tabarru’?
Karena
antar pemegang polis saling menanggung setiap risiko yang ada.
Setiap
peserta akan mengalami saat membayar dan menerima bantuan untuk membagi risiko
yang ada.
Akadnya
tidak bertujuan untuk mencari keuntungan.
Terjadi
risk sharing diantara sesama pemegang polis.
Berikutnya
adalah akad atau kontrak yang dipergunakan pada transaksi antara pemegang polis
dengan perusahaan asuransi.
Seperti
kita ketahui sifat akad pada transaksi seperti ini mempergunakan akad Tijarah.
Mengapa
pada transaksi ini menggunakan akad Tijarah atau kontrak yang dipergunakan pada
transaksi untuk mencari keuntungan?
Karena
perusahaan Asuransi berperan sebagai
underwriter (menilai risiko), collector (mengumpulkan iuran-iuran
Tabarru’) dan Fund Manager dalam mengelola dana yang diinvestasikan.
Kemudian
juga karena kontribusi atau premi dari pemegang polis atau peserta bukan
sebagai pendapatan bagi perusahaan asuransi, tetapi perusahaan hanya akan
mendapatkan fee karena fungsinya sebagai pengelola dan administrator saja.
Begitu
juga dalam memaksimalkan penggunaan dana Tabarru’ yang ada pada pool of hibah
fund milik peserta, perusahaan juga akan mendapatkan bagi hasil atau fee atas
usahanya itu.
Marilah
kita simpulkan semua sifat akad dan nama akad yang sudah kita bahas secara
rinci di atas . Sifat akad yang terjadi
pada transaksi antar pemegang polis atau peserta adalah Tabarru’.
Sedangkan
nama akadnya adalah Hibah.
Sifat
akad yang terjadi pada transaksi antara pemegang polis dengan perusahaan
asuransi, antara perusahaan asuransi dengan perusahaan reasuransi adalah Tijarah.
Sedangkan
nama akadnya yang berkaitan dengan penerimaan fee adalah wakalah bil ujrah,
yang berkaitan dengan investasi juga wakalah bil ujrah.
-
Asuransi Syariah sesuai dan mematuhi syariah
Islam dan
menjadi alternatif selain asuransi
konvensional
-
Azas
utama Asuransi Syariah adalah kerja sama, persaudaraan
& kesetiakawanan
-
Pilihan kontrak antara peserta Asuransi
Syariah & Operator
Asuransi Syariah sangat tergantung pada
kebutuhan individu &
Informasi lebih lanjut : adangprusyariah@gmail.com
: 085651387899
: 085651387899
Tidak ada komentar:
Posting Komentar